31 Desember 2018. Sudah sampai saja pada hari ke 365 dari 365 hari di tahun ini. Klise sekali jika bertanya hal apa saja yang sudah dilakukan selama hari-hari ini, meskipun memang seharusnya itu yang dipertanyakan, apakah menjadi lebih baik atau malah lebih buruk. Saya pun tidak tahu. Namun yang pasti, saya bersyukur untuk setiap hari yang saya lalui dengan semua keluh kesah dan hal-hal yang membuat tersenyum. Untuk teman-teman baru, pekerjaan baru, kaki yang lebih jauh melangkah, juga emosi-emosi yang hingga hari ini masih sulit dikontrol atau malah terlalu mudah ditekan jauh ke dasar hati.
Tahun ini, saya membaca banyak sekali cerita yang membuat hati tidak mampu untuk tetap di tempatnya. Cerita-cerita yang membuat hati menangis juga tersenyum sambil menyumpah-serapah karena tingkat kebodohannya. Mungkin cerita-cerita tersebut tidak sempurna, namun setidaknya mampu menggerakkan hati, meski hanya sepotong kecil saja. Sayang sekali cerita-cerita tersebut bukan milik saya, yang sudah lama sekali bermimpi untuk membuat cerita serupa. Progres menulis saya pun masih mengawang, tertahan di angan-angan.
Tahun ini, saya bertemu banyak sekali orang baik. Orang-orang yang dipertemukan dalam jangka waktu lumayan panjang seperti kepala satuan pelaksana saya di kantor, maupun dalam jangka waktu amat singkat seperti pegawai bank yang melayani penggantian kartu atm. Orang-orang baik bagi saya memiliki banyak definisi, bisa hanya dengan tersenyum ramah dan mengajak bicara, saya bisa mendeskripsikan orang tersebut baik. I'm socially awkward after all, jadi saya senang jika ada yang mengajak saya bicara dengan tulus. Hahaha menjadi bahagia versi saya sebenarnya hanya sesederhana itu. Namun lagi-lagi, time goes by and life goes on. Orang-orang baik yang saya temukan pada akhirnya akan berlalu, digantikan dengan orang-orang baik lainnya atau malah orang yang akan memberi hidup pelajaran. Saya tidak mau menyebut orang-orang tersebut jahat, hanya orang-orang yang ketika bertemu tidak sedang dalam waktu terbaiknya. Tapi dari mereka semua lah, saya belajar sesuatu. Bahwa tidak ada kejadian yang tidak membawa hikmah. Jika belum disadari sekarang, pasti ada di waktu-waktu depan.
Tahun ini, saya merasa waktu bersama keluarga menjadi berkurang karena saya bekerja. Biasanya, liburan sekolah seperti sekarang ini dihabiskan dengan berada di rumah atau pergi ke luar kota., karena kedua orang tua saya bekerja sebagai guru. Namun sekarang tidak bisa, karena saya tidak mendapatkan liburan. Benar ternyata bahwa semakin dewasa kita, semakin berkurang juga waktu kita untuk kedua orang tua. Ketika tiba-tiba mereka jatuh sakit dan kita baru kelimpungan ketika mengetahuinya. Seperti beberapa saat yang lalu ketika kedua orang tua saya tiba-tiba menderita gejala tipes, wah saya panik luar biasa. Alhasil saya harus bolak-balik rumah-kantor-rumah untuk menjaga keduanya. Syukur alhamdulillah, kantor saya memiliki kebijakan yang cukup longgar untuk membiarkan saya datang hanya untuk sekedar absen dan kemudian kembali pulang. Kejadian ini membuat saya sadar bahwa kita harus semakin sering meluangkan waktu untuk dua orang yang ridhanya menjadi ridha Allah juga. Saya jadi ingat sebuah kalimat yang selalu menampar saya setiap membacanya. Kalimatnya kurang lebih berbunyi 'we're too busy growing up that we forget our parents are growing older too.' Saya pikir, bener banget. Anak-anak zaman sekarang jauuuh lebih sering main gadget dibanding ngobrol sama orang tuanya. Padahal ketika salah satunya sudah tidak ada di dunia, berkurang lah keberkahan yang kita miliki. Ih sedih kalo ngomongin orang tua mah.
Tahun ini, umur saya sudah berkurang 1 tahun lagi. Entah berapa tahun sisa umur yang masih saya punya. Namun as always, mencoba melakukan yang terbaik adalah satu-satunya hal yang manusia bisa lakukan dalam usahanya menjemput takdir. And that's what I'm trying to do. Semoga tahun depan jadi tahun yang baik dan penuh berkah. Gott segne dich!