Monday, December 12, 2016

Bakso dan Kenangan

They said, bakso adalah makanan rakyat Indonesia. Sejauh ini, selama pergi kemana-mana saya selalu menemukan penjual bakso, atau mungkin saya hanya belum pergi terlalu jauh. Terlepas dari rasa enak atau tidaknya, kita ternyata pernah makan bakso, walau cuma sekali.

Jika untuk orang-orang bakso hanyalah sekadar makanan, buat saya dan keluarga, bakso juga sekaligus menjadi barang pengingat kenangan. A commemorative food to commemorate my grandfather. Beliau dulunya adalah seorang penjual bakso keliling, berjualan untuk menghidupi kedua anaknya (yang mana adalah ibu dan paman saya) agar bisa tetap sekolah. Beliau adalah seorang yang pendiam dan cenderung cuek, namun baik hati. Perhatian-perhatiannya ditunjukkan dengan gestur-gestur kecil seperti pertanyaan mau makan atau tidak jika kami ada di rumah juga menawari permen dari kantong plastik kemeja batiknya tiap kami bepergian. Saya masih ingat ketika dulu beliau masih membawa sepeda dengan kedua keranjang besar di belakangnya ke pasar dan saya masih bisa masuk ke dalamnya untuk ikut ke pasar, rasanya malu dan menyenangkan. Malu karena ditatap orang-orang yang lewat (anak kecil di keranjang tertawa kegirangan, who wouldn't notice eh?) tapi juga senang karena bisa main-main ke pasar. Ah, bahagia rasanya begitu sederhana. 

Setelah memiliki cucu, mbah akung (mbah kakung-kakek, jawa) sudah tidak berjualan bakso dengan menggunakan gerobak lagi. Beliau berganti membuka toko kelontong di rumah serta berjualan gorengan di pagi hari. Bakso hanya dibuat jika ada pesanan. Bakso yang dibuat mbah akung saya terasa paling enak, karena memang begitu kenyataannya. Hahaha, setidaknya setiap kali saya makan bakso tidak pernah ada yang seenak buatannya. Rasa-rasanya dulu saya lebih sering makan bakso di luar hanya untuk membandingkan rasanya dengan rasa bakso si mbah. Sekarang setelah beliau pergi, saya sudah sangat jarang makan bakso di luar. Entah faktor bosan, atau karena saya tahu tidak ada yang seenak bakso buatan mbah akung. Saya baru makan bakso lagi di warung kecil beberapa minggu yang lalu bersama teman-teman waktu saya menyadari bahwa saya sudah lama tidak makan bakso di luar rumah. Saya masih makan bakso, tapi bakso bikinan rumah, yang dibuat ibu dan ayah saya dengan bumbu racikan mbah uti (mbah putri-nenek, jawa) sehingga rasanya masih sama dengan buatan mbah akung.

Sudah hampir 3 tahun beliau pergi, namun rasanya saya masih kangen beliau. Masih juga menyesali kenapa dulu tidak langsung menemui beliau di rumah sakit setelah pulang kuliah, jika ternyata malam harinya beliau berpulang. Hehe, saya jadi sebel sama diri saya sendiri kalau ingat itu. Tapi ya, mungkin memang sudah seharusnya seperti itu. Mbah akung, semoga baik-baik ya disana. Semoga kuburnya lapang dan terang. Allahummaghfirlahu warhamhu wa 'aafihi wa'fu 'anhu. Aamiin.
Share:

Wednesday, December 7, 2016

Kapan Selesai?

Tulisan ini merupakan bagian dari proyek menulis perjalanan mendapatkan gelar Sarjana Sains pada program studi S1 Geografi Tahun 2016-2017. Tulisan ini ditulis oleh ©faizahfinur dan akan di-update selama proses penulisan skripsi tanpa waktu yang pasti.

---


This is gonna be a post full of grumble, not like those posts full of self motivation before. D-2 deadline submit proposal di semester ini and I have done nothing. Gilak. Separah ini pressurenya. HAHAHA mau ketawa aja. Gue perlu nangis-nangis dulu kali ya? Udah nangis malah hahaha lol banget. Gue ingin cepat-cepat berpisah dengan semester ini. Like....it's been toooo stressful for me. Getting through a semester has never been this difficult. Apalagi omongan-omongan temen gue yang ngomongin skripsi mulu. Ya tuhaaaan gue sendiri yang mau marah-marah. Rasanya tuh kayak diledekin gara-gara belum ngapai-ngapain tau nggak? HHHHH makanya gue kalo lagi ngumpul abis kelas biasanya diem doang sambil pake earphone haha ya...that's why.

Btw, gue mau buat pengakuan dosa. Mungkin ini karma juga kali ya wk dulu sebelum gue menginjak semester ini dan merasakan pressure yang udah kayak setan karena nggak pergi-pergi ini, gue pernah dengan sangat yakinnya bilang kalo ngerjain skripsi tuh kayak bikin makalah, tidak lupa juga mempertanyakan kenapa orang-orang malas ngerjainnya padahal cuma kayak bikin makalah. THAT'S IT GOD DAMN IT! Now that I am on it, I feel like I have to curse my late god-damn arrogancy. Karma banget nggak sih???? Ya allah ampuni hamba-Mu yang satu ini ya :"(

Terus sekarang pikiran gue udah nggak di kampus lagi. Padahal mah masih ada UAS. Ngikik banget coooy. Tapi dipikir-pikir ya, manusia-manusia semester akhir kayak gue gini kalo nggak ngerjain skripsi emang gabut banget ya, gabut parah. Gue rasanya malah mau mengunci diri di kamar dengan berpuluh-puluh episode drama atau bertumpuk-tumpuk buku yang belum sempet gue baca. Oke, let's bring my ass to a vacation because Godddd the air I am now breathing already feels suffocating.
Share:

Sunday, November 20, 2016

Just One Smile is Very Alluring (Love O2O) Review


Hello again! So, after a while of not doing any review, now I am! This review is about a Chinese drama called Love O2O, consists of 30 episodes with a male lead actor named Yang Yang and a female lead actress named Zheng Shuang. Why do I feel like writing the review? Because this is pure gold and I just can't let this slide HEHEHE. This is my first time watching 30 episodes of drama, moreover the Chinese one, yet I didn't have the slightest regret for watching lol.

The story started with Bei Wei Wei (Zheng Shuang), a computer science top student, playing in an online game called Chinese Ghost Story. This game had a feature to pair a player with another player. Long story short, Wei Wei paired up with Xiao Nai (Yang Yang) in the game. Wei Wei had no idea that Xiao Nai was actually her senior. Being in the same department, Xiao Nai was also a top student, a college prince, a perfect boyfriend any girl could have. When the day the first met, Wei Wei couldn't help but stare blankly by seeing Xiao Nai standing in the place she and her pairing promised. Because Wei Wei somehow had a crush on him while Xiao Nai has actually been a secret admirer of Wei Wei. They end up being the most wanted couple, because who doesn't want to be Xiao Nai's girl?

Okay, this part would be in Bahasa. Because I want to spazz over the lead characters hehe. Pemain cowoknya ganteng, pemain ceweknya cantik. Klise sih, tapi suka alurnya banget. Kayak jarang banget kan drama ngangkat tema anak IT main game online, pinter, jago basket, cakep pulak. Terus si Xiao Nai ini tuh sayaaaang banget sama Wei Wei, sesayang itu. Posesif, tapi posesif yang cool gitu loh, nggak diomongin. Jadi misalnya si Wei Wei dijahatin sama temen-temen sekampus via web kampus gitu nih ya, nanti sama Xiao Nai artikelnya di-hack terus dihapus, tapi yaudah gitu aja nggak pake bilang ke si Wei Wei. Kan gemes banget ya. Terus percaya banget sama ceweknya, like she can't do any wrong. Ya emang nggak salah sih nyatanya, cuma banyak banget gosip gitu kan soal ceweknya, tapi dia ya yang kalem aja. Pokoknya wise banget deh pacarannya dan lucuu huhu. 

This review is short and sucks hahaha but somehow I'm happy! Nonton 30 episode tuh PR banget asli PR parah, tapi nggak berasa masa.....ini juga rekor baru gue sih nonton sampe 30 episode tuh wow banget *O*

Best part: Xiao Nai wearing black sleeveless shirt for running! And the way he trust his girl so much makes my heart aches because....so cute....

After taste: wanting to set a new life goal -> play an online game and find a cool boyfriend like Xiao Nai!
Share:

Saturday, November 12, 2016

Re-starting : Is It Tough Enough?

Tulisan ini merupakan bagian dari proyek menulis perjalanan mendapatkan gelar Sarjana Sains pada program studi S1 Geografi Tahun 2016-2017. Tulisan ini ditulis oleh ©faizahfinur dan akan di-update selama proses penulisan skripsi tanpa waktu yang pasti.


---

It's been about 3 weeks after my lecturer suggested me to change my undergradute thesis title. And I have done nothing to it since then. Di satu sisi karena 2 minggu yang lalu memang sedang menyiapkan suatu hal yang lain, dan seminggu lainnya (mungkin) digunakan untuk menata hati.

Pada kenyataannya, saya belum mampu membangkitkan minat untuk menulis lagi. Lucu kalau dipikir-pikir, karena bahkan bab 1-3 saya dengan judul yang sebelumnya belum mampu mengambil seluruh kepercayaan saya. Tapi setidaknya, saya suka. Memulai menulis tentang topik yang baru itu sulit, sangat sulit, apalagi jika tidak sesuai keinginan. Duh Gusti, rasanya mau cari judul lain aja. Yet finding one is another difficult task to do. Serba salah.

The deadline is getting closer dan teman-teman saya mulai sibuk dengan "eh gue belom masukin proposal gue ke TU nih", "eh gue pengujinya ini gimana ya", atau "iya si pak/bu X penguji/pembimbing gue". Tertekan? Jangan ditanya. Sangat.

Saya sedang mencoba menelaah tentang kenapa saya belum bisa menulis tentang topik yang baru ini. Hipotesis sementara: tidak terlalu suka topiknya / tidak mengerti topiknya / bingung membuat latar belakang dan serentet alasan ilmiahnya / bingung / bingung /  malas / tertekan dan tidak tahu harus apa. Banyak dan mulai ngaco yaYah, tapi bagaimanapun juga yang satu ini memang benar-benar harus diupayakan hingga titik darah penghabisan. Diperjuangkan sekuat-kuatnya, dipertahankan semampunya. 

They said, it's impossible until it's done. So just hang on there, girl.

"Then, surely with hardship comes ease. Surely, with hardship comes ease." (Al-Insyirah: 5-6)
Share:

Monday, October 31, 2016

Hello is Hard, Goodbye is even Harder


Crossing path with new people made you learn something new, either the language, culture, social life or even just adding the new perspective into your life. That's why people travels; to get new way of seeing life, to meet new people, to smell the air they have never smelled.

Meeting someone or some people for the first time is hard. It must have been awkward when you are forced to interact with them, and in a new environment evenmore. You don't know what to talk, how to behave, what kind of person she/he is; sooo many things to worry about. I even found it double-extra hard for an introvert like me, but I gotta keep trying. Everything is never gone to waste, eventually.

But even if the start was so hard, the end will be even harder. The time we spent for talks, laughs, and things we experienced together won't last forever. The time binds character, builds the understanding, and made us ended up feeling happy. When the time is up, you lose them. You couldn't do things you usually do with them. You will think about it for a while, get frustrated, and even cried. You will feel empty for some time. The longer period the meeting had, the deeper it became.

Saying good bye is painful, I will personally say so. Either it's for temporary or forever.

Good bye never hurts less.





[4 pm sudden thought. After watching RM and realized there might be no more Gary in the next 2 eps]
Share:

Monday, October 17, 2016

Niat dan Tekad Sekeras Baja

Tulisan ini merupakan bagian dari proyek menulis perjalanan mendapatkan gelar Sarjana Sains pada program studi S1 Geografi Tahun 2016-2017. Tulisan ini ditulis oleh ©faizahfinur dan akan di-update selama proses penulisan skripsi tanpa waktu yang pasti.

---

Now I know why students working on their final thesis seem to always have such a big pressure with them. Hahaha. But really, it really is hard to keep your spirit on with pressure this much. Ternyata, menulis tugas akhir bukan hanya sekadar menulis, tapi juga melatih kesabaran dan tekad seseorang.

Lagi-lagi, semua kembali ke niat awal. It's all back to square one. Ingin lulus secepat apa dan bagaimana, dengan skripsi penuh manfaat bagi masyarakat atau sekadar penelitian asal memenuhi syarat, semua bisa. Meski terkadang niat tidak sejalan dengan yang diinginkan, meski terkadang yang diinginkan telah diambil orang. Belum lagi fakta pahit bahwa yang diinginkan kadang ditolak. Ya, semua kemungkinan selalu tersedia.

Setelah niat terwujud, tekad adalah batu pijakan selanjutnya. Butuh tekad kuat yang lebih dari cukup, yang sekuat baja kalau perlu, agar niat tersebut tidak goyah. Masalahnya, godaan yang akan menggoyang tekad tersebut tidaklah sedikit. Mulai dari rasa malas, bosan, lelah, sampai minder melihat teman-teman yang progresnya pesat akan terus menghantui. Sehingga jika tekad yang dimiliki tidak kuat, bubarlah semua. Layaknya membangun rumah dengan pondasi yang rapuh, seperti itu pula menulis tanpa tekad yang kuat.

Menulis tugas akhir pada hakikatnya adalah menumpahkan semua pengetahuan yang diraih selama periode belajar yang telah dilewati. Kualitasnya bukan ditentukan oleh tingkat kepintaran seseorang, tapi kesungguhan dan kedalaman ilmu yang dicurahkan. Meskipun sering terlihat bahwa teman yang pintar menulis tentang hal-hal tak biasa yang sering mengundang decak kagum, saya terkadang tetap susah mencerna maksud dan tujuan dari hal tersebut. Entah karena istilah-istilahnya yang sulit, atau karena saya tidak menemukan korelasinya dengan kondisi masyarakat. Hingga pada akhirnya, saya lebih berusaha untuk menulis hal-hal ringan yang (semoga) dapat dimanfaatkan.

Selamat mengumpulkan niat dan menguatkan tekad!
Share:

Sunday, October 9, 2016

Judul - First Step to Start Moving

Tulisan ini merupakan bagian dari proyek menulis perjalanan mendapatkan gelar Sarjana Sains pada program studi S1 Geografi Tahun 2016-2017. Tulisan ini ditulis oleh ©faizahfinur dan akan di-update selama proses penulisan skripsi tanpa waktu yang pasti.

---

Seringkali memulai sesuatu adalah hal paling sulit yang dilakukan oleh seseorang, terlebih jika hal tersebut merupakan hal yang baik. Langkah pertama selalu menentukan berjalan atau tidaknya hal yang kita rencanakan, meski kesalahan mungkin terjadi di tengahnya, setidaknya kita telah mulai melakukannya. Memulai sesuatu layaknya bongkahan batu besar yang harus disingkirkan dari jalan yang ingin kita lalui; butuh kerja keras dan tentu saja kemauan yang lebih besar agar kita pada akhirnya dapat lewat di jalan itu. First step is always hard, but not impossible to do.

Layaknya menyingkirkan batu besar, menulis skripsi juga membutuhkan kemauan yang kuat juga tekad sekuat baja agar dapat memulai. Memikirkan hal apa yang ingin diteliti, kenapa memilih hal tersebut, kaitannya dengan bidang studi, dan dimana penelitiannya dapat dijalankan menjadi suatu sinkronitas yang tidak dapat dipisahkan. Pun tekanan-tekanan yang berasal dari teman-teman yang sudah terlebih dahulu mendapatkan judul dan mulai menulis hingga mendapatkan pembimbing menjadi suatu atmosfer tak terelakkan saat ini. 

Mencari judul skripsi seperti mencari jodoh, kata salah seorang teman saya. Mencari yang cocok di hati dan betah digeluti berhari-hari. Ya, dipikir-pikir memang tak ada salahnya. Judul yang diambil akan menentukan seberapa serius kita memikirkannya dan melakukannya di hari kemudian. Judul itu pula yang akan mengantar kita pada tujuan akhir: menjadi sarjana. Jika sejak awal sudah tidak cocok, mungkin hanya akan tersisa dua pilihan; mengganti judul dan merenung kembali atau memaksakan judul dan menyiksa diri. Yah, pada akhirnya tak pernah ada pilihan yang mudah, bukan? 

Selamat merenung dan mencari inspirasi!
Share:

Wednesday, September 21, 2016

Last Semester and Its Stuffs

Hai lagi! Dari judulnya aja udah ketauan kan post ini tentang apa? Hahahaha.


So yeah, the last semester is finally coming and I still have no idea about how my mini thesis will turn out to be. I mean, gue masih nggak tau mau research tentang apa dan dimana. Apalagi nyari pembimbing. Kayak masih jauh di angan-angan while the fact says otherwise. Gue kadang ngerasa apa ya, jiper kali ya, liat temen-temen gue ngomongin judul, ngomongin konsul, ngomongin tempat, sampai ngomongin proposal mereka sudah sampai mana. Sementara gue? Masih dengan progres 0%. Sedih sih, terus mikir like why the idea isn't coming to me too, why it has to be me that suffers thinking for the title and what it's all about, why didn't I be blessed with that kind of research stuffs idea that flooding mind? Fucked up is really not a good feeling you can choose to feel.

Di sisi lain gue merasa berkewajiban menyelesaikan ini secepat mungkin, gue mau dan harus lulus tahun depan, mau nge-banggain orang tua gue, mau lanjut sekolah ke luar negeri, mau jalan-jalan keliling dunia, dan sejuta mau-mau lainnya. Yet my tenacity has been going for a while, because my purpose is still flying mid-air. Bukannya gue nggak mau berusaha nyari juga, I have tried, I really did, but my heart just denied??????? Like it says it's not the time yet. Mungkin pada akhirnya nanti gue harus menyeret kepala dan kesadaran gue kembali ke area dimana semuanya dipaksa untuk bekerja. Bukan dengan hati, tapi dengan tekanan akan beban moral dan tanggung jawab sebagai seorang anak. Wish me luck! #guemaululustahundepan
Share:

Wednesday, August 31, 2016

Tentang Teman dan Rasa Kepemilikan

posesif/po·se·sif/ /posésif/ a bersifat merasa menjadi pemilik; mempunyai sifat cemburu


Hi. The last 2 semesters of college are starting. Will be tough, guess so. Saat bertemu teman-teman setelah liburan kali ini, saya merasakan hal yang berbeda. Entah kenapa atmosfer yang terasa lebih hangat, atau mungkin hanya perasaan saya saja. Tapi mungkin juga karena saya menyadari bahwa waktu kami untuk main-main bersama hanya tinggal 1 tahun lagi. Time flies, for sure.

Saat berteman dan mengamati teman-teman, saya menyadari adanya suatu perasaan yang dapat disebut posesif menguar dari aura mereka. Saat seseorang sudah terlalu nyaman dalam zonanya, dengan orang-orang tertentu, rasa ini pasti muncul. Sayangnya, ini terkadang mengganggu. Seperti menggugu burung elang dalam sangkar, orang-orang dalam satu lingkaran dibatasi berteman dengan orang-orang dalam lingkaran yang sama. Saat ada seseorang yang berhubungan baik dengan yang lain di luar lingkaran, orang yang memiliki perasaan ini akan memandangnya dengan tidak suka hingga cenderung membenci hal tersebut. S/he will be like "s/he is my friend. Don't you dare get close to her/him." Me personally can't deny that. Ada beberapa orang teman yang sangat saya sayang, hingga kadang rasanya terancam melihat mereka berteman dekat dengan orang lain. It's merely an expression of ego, dan saya harus berusaha menekannya agar tidak muncul ke permukaan. It's foolish, yet I can't stop to have the feeling. Walaupun kadang, merasa posesif dalam berteman sangat dibutuhkan. It means that a person cares so much about you, to the point if you got hurt, so did s/he.

Menjadi teman bukan berarti membatasi bergaul dengan siapa, tapi melihat kualitas dari pergaulan itu sendiri. Teman ada sebagai tumpuan untuk bangkit, pundak untuk bersandar, juga tongkat bantuan untuk melangkah. Teman ada untuk berbagi segala, meski dalam beberapa kasus, tidak semuanya bisa seperti itu. Kita cuma harus menemukan orang yang tepat untuk berbagi, orang yang benar-benar mengerti.
.
.
.
.
.
Well then, if you still couldn't find anyone, just go back to Allah. He's there. He always be.
Share:

Friday, July 29, 2016

UI - USYD Joint Field School 2016

All moments that I write about are moments with big impact and memories; good or bad. 
Moments that got me thinking and reminiscing hard.

Hello again, after been a while. This field school is just like geography field trip I've had before, but this one was with the Aussie gang. When the first announcement came, I was sceptic to apply. Just because the last time I took the toefl test, my score got no higher than 460 or so, while the condition said to fulfill the minimum score of 480. In short, I cancelled the application. But, it's either God wanted me to join for good or for any other reasons, there were no students of my batch applied for this. They soften the condition; any other english certicate or english score transcript during 1st semester. I'm in! When the list of participants were out, there were only 10 girls (all girls!), with 6 of us have to be interviewed first. Like hell, I still remember the time Mas Hafid asked me the question in english. I was like "shit what I should answer", till I was being honest that I was no good in speaking things. When the list of final participants were out, 7 stays. I guess it's because the other 3 didn't take the interview, so yeah.

The next step was the preparation class, in fasting month. It was quite an effort, though. While your friend were all staying at home, you went all the way to campus, taking class. Well, it's nice to gain more knowledge, isn't it? It took about a week, at 10-13, the time when sun is right above your head. Hmmm, sounds good :')

The real field school started on July 11 until July 23, took 4 location in Subang, Sumedang, Bandung, and Jakarta, with 4 different themes; food sovereignity, poverty alleviation, (coffee) land access, and urban housing. The USYD students (next I'll call them Bule gang) arrived on July 10. This was my first time meeting the bule and talking in person. Like, God please have a mercy on me, I don't have any idea what they're talking about. First day and I was late. Too much bule to see, it's 19 of them! Having an introduction game; it's quite difficult remembering their names, since I don't have any bule acquaintance lol, then grouping in 4-5 for the trivia quiz. Okay, skip. I had my eyes for one guy, lol this was ridiculous I know, but it's cute to have long blond hair and be pony-tailed. Later I know his name was Tim, when it turned out that we had 3 Tims in the team. Good Lord.

The rest 12 days were full of laugh and chit chat and tutorial. This one is not to be missed; tutorial. It's kind of discussion we have for each theme. We're discussing the question Jeff (USYD lecturer) given based on the journal we have read and the fact we found in the field. It's quite frustrating in the first tutorial. I mean they were all talking non-stop, arguing this and that while me still have to accustom my ears to hear Australian English accent which is (I think) similar to British. Not counting the time when we all had meals. Jeff is a kind of lecturer that doesn't let his students eat in peace (Sorry Jeff, but you really are), because he kept asking about Indonesia's import banning policy in order to achieve food self-sufficiency (the theme is food sovereignity) while we were having breakfast (it happened when you're on the same table with him). The Bule gang said, the tutorial is always there for every lecture. 2 hours lecture, 1 hour tutorial. Thanks God, now I know how bule studied. At least when I went off abroad later, I wouldn't be too surprised.

We spent 3 nights home-staying in people's home. It was like hahahahahaah I want to laugh, the Bule gang were like celebrities everytime they walked out. People asked for taking photos with them. They also fascinated the number of kids playing around the neighborhood. But for everything, it was all fun. For so many questions they asked; reasons why I wear hijab, 5 times shalat, whether it's weird to hold hands between boys here, how a girl fell in love should express her feeling, until how do we do squats. The last question is obviously making me laugh. Mostly the toilet here used the S line toilet with squat model, not the seated one. That's why the question arised.

I already missed them. It's nice to make friends with people from another country with another culture, so I can know a lil bit more. It's such a blessing to meet, learn, and chat with them all. Thank you for amazing 13 days I'd always remember in my lifetime. See you very soon, guys!

Field School Squad

Campfire (UI) Squad!
Share:

Wednesday, June 22, 2016

Menjadi Paradoks

Saya seringkali bergelut dengan pikiran yang bercabang jadi 2; ingin jadi soleh sekaligus brengsek pada saat bersamaan. Dua hal yang bertolak belakang namun pasti dimiliki tiap manusia; dualitas sifat dunia. Dengan atau tanpa penyebab, hal-hal ini seringkali muncul sebagai implikasi dari suatu tindakan yang dilihat maupun dialami.

Namun, sepertinya hal itu tidak berlaku bagi saya. Konsep dualitas ini sering menyeruak ke permukaan pikiran, membuat saya hanyut dengan andai-andai menjadi baik dan buruk pada saat yang sama. Atau mungkin pada kasus saya, mungkin menjadi masalah iman.

Menutup aurat (karena saya muslim) misalnya; saya ingin menjadi seseorang yang menutup aurat sepenuhnya, namun tidak mau dipandang alim dan segala istilahnya itu. Hingga seringkali saya secara sadar atau tidak sadar membiarkan sedikit aurat yang seharusnya ditutup terbuka, misalnya dengan memakai kaos kaki pendek saat saya memakai rok, sehingga bagian rok saya yang agak menggantung tidak mampu menutupi semua bagian kaki saya. Atau malah kebalikannya; memakai celana panjang yang agak membentuk kaki dengan baju selutut, pakaian muslimah yang belum sepenuhnya syar’i, namun terlihat membaca al-qur’an/al-ma’tsurat, kegiatan yang biasa ditemui pada muslimah dengan pakaian syar’i di fasilitas-fasilitas publik.

Mungkin pendeknya, saya tidak ingin menghidupkan ekspektasi maupun stereotype yang dibentuk orang-orang, sehingga saya berperilaku demikian. Meskipun saya lagi-lagi mungkin sadar bahwa setengah-setengah dalam melakukan kebaikan tidak bagus, apalagi jika masih diselingi keburukan. Yang saya takutkan adalah hati saya mati rasa, tidak lagi peduli benar atau salah, baik atau buruk. Lucunya, meski saya takut, sampai detik ini rasanya masih saja seperti ini.

Kadang manusia tidak pernah sadar bahwa dia adalah lambang dari sebuah paradoks kehidupan. Terlihat benar di mata satu golongan, bisa jadi terlihat salah di mata golongan lain. Menjadi pencuri di masyarakat kelas atas, namun menjadi penderma di masyarakat kelas bawah. Maka, semakin banyak ia mencuri, semakin dermawan ia menjadi. Hal-hal yang tidak bisa dipikirkan hanya dari satu kepala saja. Maybe that’s why there was a saying said “we cannot please everyone”, because that’s how it is. Salah atau benar tak pernah benar-benar menjadi satu nilai yang absolut.

Namun mungkin pada akhirnya, paradoks takdir adalah sebuah cara menunjukkan proses pertimbangan keputusan; apakah nurani atau otak yang mengambil peran. Dan saya, sekali lagi, harus menimbang ulang semua pikiran kontradiktif yang muncul ketika melihat atau mengalami suatu kejadian. Well then, mungkin saya harus lebih banyak ngaji lagi biar tidak tambah brengsek.
Share:

Thursday, June 16, 2016

Let's call it a term

Hai! Akhirnya semester 6 saya berakhir juga. Laporan kuliah lapang selesai hanya dalam 2 hari, ngebut karena deadline sudah dekat. Berakhirnya semester ini dibarengi dengan datangnya bulan suci Ramadhan, alhamdulillah masih ketemu lagi :")

Banyak hari-hari di semester ini yang akan saya deskripsikan sebagai "let's call it a day", karena semua hal yang membuat saya harus menarik napas dalam-dalam (dan membuangnya tentu saja). Bukan hari yang buruk, meski tidak dapat juga dibilang baik. Untuk pertama kalinya dalam semester genap, saya menang perang siak. Namun pada kenyataannya, tidak sebaik ketika saya kalah siak. Mungkin memang sudah takdir saya, bahwa sesuatu yang menjadi momok besar seperti kalah siak akan berubah. Bahkan jika perubahannya bukanlah perubahan yang baik.

Semester ini bagi saya adalah sebuah semester baru yang jauh dari kata mudah. Dengan predikat mahasiswa tingkat akhir yang sebentar lagi disandang, beban di pundak semakin berat diberikan. Tapi semester ini juga mengingatkan saya bahwa saya sudah semakin tua, harus semakin dewasa, jangan lupa memikirkan judul skripsi yang sudah di depan mata.

Ah Tuhan, bolehkah rehat sejenak?
Meski mereka bilang belum saatnya.
Karena istirahat yang sebenarnya adalah di surga.
Saat semua khayalan tingkat tinggimu terwujud jadi nyata.

Terkadang saya berpikir bahwa saya harus tetap mensyukuri sesuatu. Meski sesuatu itu tak kasat mata, atau saya yang tidak peka. Saya banyak mengalami hal-hal yang tidak pernah saya alami di semester-semester sebelumnya; kecelakaan motor, tugas yang dibilang buruk oleh dosen, hingga tidak boleh ikut kuis karena datang telat. Saya naif sekali, berpikir bahwa karena itu bulan puasa dosen saya akan maklum dengan keterlambatan saya. Yah, dipikir bagaimanapun memang mungkin salah saya (wk) siapa pula yang akan mentolerir keterlambatan satu jam? Jalanannya macet, parah, typical Jakarta in the morning, and I made that as an excuse. Lame.

Saya dan semester ini tidak benar-benar bersahabat, tapi saya mendapatkan banyak pelajaran dan pengalaman baru bersama teman-teman. Well, let's call it a term and pray hard for your graduation next year! Aamiinnnn
Share:

Thursday, April 28, 2016

Field Trip(s)!

"Fieldwork makes you realize that the world is complex. It needs to be understood, valued, and protected."

Field trip; kind of trip I have to join in the major I took, Geography. And since I'm already in my third year of attending college, I've had 3 field trip classes so far. It was on my 4th, 5th, and 6th semester. This post is dedicated to tell my entire feeling about these trips. And for the rest of the post, I'll call field trip as Kuliah Lapang.

KULIAH LAPANG 1
Tahun kedua kuliah, semester ke-4, masih mencari yang disebut teman-teman dekat dan membuat nyaman. Waktu awal ketika banyak kelas mulai dilaksanakan di gedung jurusan sendiri, bukan di gedung fakultas. Kuliah lapang 1 hampir selalu bertempat di Pelabuhan Ratu, Sukabumi. Alasannya karena bentang alamnya beragam dan relatif dapat diamati dengan mudah. KL 1 Geografi angkatan 2013 dibagi menjadi 4 kelas dengan 4 desa berbeda serta 7 sub tema di tiap kelasnya, yaitu geologi, geomorfologi, tanah, landuse, hidrologi, POI, dan sosial ekonomi.

Gue masuk ke dalam kelas C yang dibimbing oleh Mbak Nurul dengan unit analisis Desa Cibitung dan sub tema sosial ekonomi. Kesan pertama ketika seluruh rencana perkuliahan dijabarkan di kelas: wow, this is gonna be fun! Well then, it mostly turned out right. Satu hal yang paling nggak bisa gue lupain adalah ketika hari H, gue datang telat dan kursi yang tersisa cuma di samping Mbak Nurul. Not that she's scary or whatsoever that made me have to silently gulped down my saliva for the awkward time ahead I need to pass with her, it's me who isn't good enough in opening convo. Ini sebenernya lucu banget sih, like gue yang biasanya tidur terus kalo perjalanan jauh, bisa all awake for more than 6 hours. Rekor parah.

Di Desa Cibitung, kami mendapat sambutan yang hangat dari warga sekitar. Basecampnya 2 rumah gitu, buat cewek dan cowok. Tiap malem abis survey, kita selalu diskusi tentang hasil yang didapat di hari itu, juga presentasi di depan kelompok lain. Biasanya sih di rumah anak cowok. Jadi sistem KL 1 ini adalah presentasi dari semua aspek di tiap-tiap desa. Presentasi akhir ini akan diadakan di Desa Ujunggenteng, unit analisis kelas D. That's why, H-1 presentasi akbar itu kita semua diskusi abis-abisan sampai pagi. Gue sendiri baru tidur abis azan subuh. Bukan karena ngerjain presentasinya, tapi karena keasikan ngobrol sambil ngeliatin bintang, hahaha. GA BAKAL LUPAAAA. Langit Cibitung malam itu indah banget, I could even find the constellation of Scorpio for the first time ever :') Rosi juga untuk pertama kalinya berhasil memotret milky way disana. Sementara teman-teman yang lain sudah jatuh tertidur bersama teman-teman kelompoknya sebelum pukul 3.

The next day is da big day! Kita semua pergi ke Ujunggenteng. Naik truk, I might add. Dan satu insiden terjadi lagi, gue kepentok ranting pohon yang lumayan errrrr sakit ya sampai berdarah sedikit di atas mata. Ntap! Lol. Presentasi dijadwalkan di malam hari. Sorenya, kami ke Pantai Pangumbahan, tempat pelepasan tukik (penyu yang masih kecil). Susur pantai bos, jadi lumayan (banget) deh jalannya. But it paid off with such a nice sunset. Sepulangnya dari Pantai Pangumbahan, kami mandi dan siap-siap presentasi. Semua juga pasti ngerasa mager karena please, capek dan pengen tidur. Apalagi presentasinya baru dimulai sekitar pukul 21.00. Gue inget urutan presentasinya; kelas Pak Mangapul, kelas gue, kelas Bu Aas, dan kelas Pak Supri. Tapi tolong jangan tanya substansinya, karena gue cuma fokus sampe giliran kelas gue presentasi aja. It was cool and I am proud! Gue pribadi ngerasa semua jerih payah malam sebelumnya terbayar lunas. Then a loud sounds of clapping was heard, dari anak kelas gue dan anak-anak kelas lain. Yah, kelas gue emang segitu hebohnya. Setelah kelas gue presentasi, semua anak kelas gue langsung pada ZzzzzZZZzz. Maafin kami teman-teman.

KULIAH LAPANG 2
Semester 5. Ketika peer group-peer group di angkatan ini semakin terlihat. I don't mind tho, people tend to gather with ones they are comfortable with, right? Kuliah lapang kali ini berlokasi di Kecamatan Getasan dan Kecamatan Banyubiru Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Satu angkatan tumplek blek di satu basecamp, cuma dibedain cewek sama cowoknya aja. Kalo mau tidur, semuanya gelar sleeping bag dulu. Bangun pagi, yang ditanya "eh ini ada orang ya?" "abis ini siapa? gue dong mau", sibuk cari tempat buat mandi. Lucky us, people there are so kind and open up. They let us use their bathroom, even ones that we weren't supposed to use.

Sebagaimana KL 1, ada 4 kelas dalam KL ini. Kelompok dari tiap kelasnya dibagi berdasarkan desa-desa di kedua kecamatan tersebut yang dijadikan unit analisis masing-masing kelompok. Kelompok gue dapet di Kecamatan Getasan, Desa Kopeng, Nogosaren, Tolokan, Ngrawan, dan Wates. Dusun Cunthel di Desa Kopeng merupakan dusun tertinggi yang ada di desa ini. Di dusun ini pula terdapat basecamp dan jalur pendakian Gunung Merbabu. Sudah pasti gue menyayangkan tidak adanya kesempatan untuk mendaki, karena pendakian sedang ditutup akibat kebakaran. 

Penelitian kelompok gue bersifat kualitatif, jadi kami harus nanya-nanya penduduk sekitar. They talked with almost full Javanese, dan orang yang cukup ngerti bahasa itu cuma gue doang, terus gue sok-sok-an jadi penerjemah gitu deh :") malah lucu jadinya hahaha.
Presentasinya di depan Ibu Lurah, diwakilin 2 kelompok doang yang judulnya dianggap bagus. Jalan-jalannya ke Candi Gedung Songo. Panas banget. Parah. Gue end up duduk bengong di bawah pohon yang adem abis capek foto-foto.

Nggak banyak yang bisa gue ceritain dari KL ini, karena menurut gue pribadi kurang berasa aja. Entah apanya yang kurang berasa juga gue nggak tau. It was fun, though.

KULIAH LAPANG 3
Kuliah lapang pamungkas. Penelitian individu, bos! Gausah gue ceritain gimana hectic-nya masa-masa sebelum pergi ke lapangan. Ribet banget. Huft. Langsung pas ke lapangannya aja wkwk.
Day 1, 2, 3, abis buat ke instansi dan nanya responden yang dikit banget tentang Jalan Tol Trans Sumatera. Baru banget dibikin dan gue somehow berani juga-kalo gabisa dibilang nekat-ngambil judul tentang ini, lol. Spent my time most, and now could only wish for the best. Semoga bikin laporannya lancar, geng!

Yang paling berkesan dari KL ini ya jalan-jalannya. Ke Pulau Pahawang. Ntap, ini baru liburan beneran! Liburan hasil bolos yang legal :') sudah lama tidak jalan-jalan ke laut and it felt so nice to smell the sea smell hahaha. Satu lagi yang juga berkesan adalah nyetir mobil sambil nyalip-nyalip truk di jalan lintas timur sumatera ketika harus bolak-balik ke Kalianda. HAHAHAHA SOMEHOW SENENG BANGET EVEN WHEN IT SEEMED LIKE ATTEMPTING SUICIDE. Gadeng boong wkwk tapi seru parah.

###
Satu hal yang gue pelajarin selama 3 tahun kuliah disini adalah kita semua punya lingkaran kenyamanan sendiri. Dan semakin hari, lingkaran-lingkaran tersebut terlihat semakin kuat dijalin waktu. But what makes me proud the most adalah kita semua tahu memposisikan diri dan tempat. I mean, when it comes to acara angkatan, nggak ada peer group. Semuanya jadi satu. Wkwk pasti terlihat konyol nulis kayak gini, tapi itu yang gue rasain. Well, semoga bisa lulus bareng-bareng teman-teman! KL lagi yuk, tapi tanpa laporan :")
Share:

Friday, March 18, 2016

Afternoon's Mind Rambling

Pernah nggak sih lo berpikir mau jadi orang lain? Jadi orang yang lebih hebat, orang yang bener-bener lo liat di depan mata udah berhasil mencapai semua yang lo inginkan di dunia? Pendeknya, orang yang meraih mimpi lo. Mimpi lo. Bukan mimpi dia.

Gue sering. Mungkin malah terlalu sering.

Mau keluar negeri. Mau exchange. Mau dapet beasiswa. Mau proyekan. Mau deket sama dosen. Mau ini, mau itu. Semua hal yang sepertinya cuma bisa gue lihat di depan mata. Semua hal yang dilakuin dan didapatkan teman-teman dan senior-senior gue.

Wow just wow. I was wondering how they could have done all that. Did they put their hardest effort? Or they just got that effortlessly?

In this academic world called college, my college particularly, they said it would be a waste if I hadn't gone overseas for once. Because with that big name my university has, the students could have gone abroad easily.

Masalahnya, the easiest way to go abroad in academic way is by attending conference. Dan konferensi tak lain dan tak bukan muncul dari hasil submit abstrak which meanssss it's all about research. And what if the person, like me, didn't have any idea to submit on? 

Ya Allah ini memusingkan sekali.

Gue sering banget mikir kayak gini. Like sering pake banget.
Sering juga bertanya-tanya gue sebenernya bisa ngapain sih? Potensi gue apaan sih? I'm not mastering any lesson, I'm just an average. 
In math? Not-so-good. If you don't want to call it bad.
Linguistic? A bit better. But I'm not that kind of person that makes speaking a way to make a living. I'm an introvert after all.
Creativity? Just don't count me in.

Pusing nggak? Like I've really thought about this hundred or even thousand times.
What will I really do later?
Apa gue harus ngambil tes-tes psikologi yang nunjukin bakat dan potensi biar tau gue bisa apa? Terus kalo udah harus ngapain?
Gue lagi nggak pengen menasehati diri gue sendiri, walaupun di kepala gue sudah bermunculan wejangan-wejangan bak orang tua yang selalu positif.

Hari ini, cukup sampai disini.
Semoga kamu cepat muncul dan disadari ya potensi, biar bisa ku pertajam dan jadi ahli.
Ya Rabbana, semoga hamba-Mu ini tidak disesatkan jalannya menjemput rezeki.
Aamiin allahumma aamiin.
Share:

Friday, March 4, 2016

20!

Feb 24 Squad. Kakak-kakak dan kembaran-kembaran saya di Geo 2013
Kesayangan
Kesayangan (2)

Kesayangan (3). Tumben banget ini anak berdua ke rumah

H+9 Feb 24. Welcome to 20 years old!

Kata orang, umur 20 tahun adalah sesuatu yang spesial. Sebuah titik menuju kedewasaan yang sebenarnya. Tahun ketika banyak hal-hal di luar ekspektasi yang terjadi, entah baik atau buruk. Buat saya, menjejaki umur 20 tahun rasanya sulit.

Sulit karena saya merasa belum melakukan apa-apa yang selama hidup disini dan puff! I'm 20. Sama sekali tidak bahagia, kalau bisa dibilang. Selain fakta bahwa saya memiliki teman-teman yang ingat akan hari tersebut dan berdoa untuk saya, mengulang tahun untuk kedua puluh kalinya sama sekali tidak menyenangkan. Rasanya seperti saya akhirnya tiba di sebuah titik balik dari kehidupan; dengan tanggung jawab yang semakin besar, dan bayang-bayang dunia dewasa yang kejam.

Saya belum siap, jujur saja. Saya masih ingin bermain dan menjadi anak kecil yang bebas kemana-mana. Namun, bagaimanapun juga, pengandaian dan penyesalan tak pernah ada artinya. "Andai saya masih anak kecil, kalau saja saya melakukan hal-hal yang jauh lebih berguna", such things. Menjadi dewasa selalu sulit. Bahkan mereka yang umurnya sudah jauh di atas saya, belum semuanya menjadi baik.

Maka, di umur yang baru ini, perkenankanlah saya memanjatkan doa agar menjadi seorang manusia yang mampu memberikan manfaat orang lain, mampu menjadi seorang hamba yang taat pada Tuhannya melebihi tahun-tahun sebelumnya, dapat membahagiakan orangtua saya, juga mampu menjadi teman yang baik bagi teman-teman saya. Aamiin.

Terima kasih, untuk semua orang yang datang, pergi, maupun tetap tinggal selama 20 tahun saya hidup di dunia ini. Juga untuk segala peristiwa baik dan buruk yang terjadi, sehingga dapat memberikan banyak pelajaran berharga dalam hidup saya. I owe you much.

See you in the upcoming real life.

Love,

Fai

Share:

Monday, February 15, 2016

Fall, Once Again

Aku sedang resah, hingga tersungkur dalam sujud yang basah

Memandangnya bolak balik di sekitar dan tak kunjung memudar
Merasakan dia yang dekat namun tidak terikat
Berpaling ketika mata secara otomatis mendeteksi kehadirannya
Menoleh ketika detak jantung berdenyut menyiksa

Ah, barangkali aku sudah bisa dianugerahi puisi surga
Yang kabarnya selalu turun pada para pujangga
Meski aku juga tak peduli, selama aku belum mati

Puisi surga atau bukan, persetan!
Karena Tuhan tahu, syair mana yang hanya bualan

Tapi aku punya pesan
Untuk organ-organ yang kehilangan kontrol diri
Saat dia hadir di sisi

Wahai mata yang diam-diam melirik
Hati-hati
Atau kamu akan menjadi larik-larik sajak bernada sirik

Wahai jantung yang berdentum-dentum
Hati-hati
Atau kamu akan meledak dengan skala kuantum

Wahai hati yang selalu ceroboh setiap jatuh
Hati-hati
Atau kamu akan selalu mengeluh

Namun lagi-lagi
Bait-bait ini hanya akan jadi bait tanpa arti 
yang disimpan di sudut terjauh hati

Aku masih resah, dan akhirnya jatuh ke tanah.



Ppt, 1502
그냥 ë³´ê³  싶어 그래. 
Share:

Saturday, January 23, 2016

Life's Great Loss

Every soul must taste of death and We try you by evil and good by was of probation; and to Us you shall be brought back. (QS. Al-Anbiya: 35)

I'm wondering how people could survive when one of their primary family member is gone forever. Saya sendiri masih tidak siap ditinggal pergi. Hidup satu atap dengan orang yang sama selama bertahun-tahun, membuat seseorang terbiasa dengan kehadirannya, dan jika dia tidak ada, ruang kosong tersebut akan sangat terasa.

Jika saya ditinggal pergi nanti, saya mungkin akan mengurung diri di kamar berhari-hari, sampai saya lelah dan tak bisa menangis lagi. Saya tahu, menangisi kematian seseorang bahkan berhari-hari sesudahnya tidak baik, namun harus bagaimana jika mata dan hati tidak mau berkompromi dengan logika? Saya jadi teringat ketika ibu dari salah seorang teman kuliah saya meninggal. She was strong, really, like I didn't even see her crying on that day. Hal yang membuat saya membatin, "gilak kalo gue jadi dia, gue nggak bakal keluar kamar kayaknya mah. Nggak sanggup." Tapi mungkin cintanya pada Allah dan ibundanya lah yang membuatnya setegar itu. Tahap yang sampai sekarang pun, rasanya belum mampu saya capai. 

Tapi ternyata, dia tetap menangis. Berminggu-minggu setelahnya, di satu kesempatan ketika saya dan dia berbicara berdua. Mengenang seseorang yang sudah tidak lagi ada di sisi memang menyebalkan, juga menyakitkan. Di sisi lain, orang-orang yang telah pergi tidak mampu hidup lagi selain dalam kenangan orang-orang tersayang.

Mungkin ini sebabnya saya tidak ingin ditinggal. Lebih baik saya yang meninggalkan, karena terdengar lebih baik dibandingkan dengan melanjutkan hidup tanpa orang-orang tersayang. Egois, memang. Memaksakan kehendak untuk selalu ingin senang. Namun, bagaimana lagi, saya merasa tidak mampu menatap ruang-ruang kosong yang dulunya terisi tanpa harus menangis. Saya merasa tidak mampu bergerak tanpa harus mengingat orang-orang yang dulu ada di sisi. Terdengar sangat menyedihkan, bukan? Tapi, jika nanti saya benar-benar ditinggal pergi, semoga Allah berbaik hati memberikan orang-orang yang mampu menopang diri saat yang tersayang tak lagi di sisi. Aamiin.



Post Posting Additional Notes:
Pada akhirnya, saya harus ingat bahwa tak ada yang benar-benar dimiliki diri sendiri. Semuanya akan kembali pada Yang Maha Menciptakan, Allah Azza wa Jalla. Jika sudah begitu, saya tak berhak sedih lagi kan? Semuanya cuma titipan.
Share:

Friday, January 22, 2016

Halo, 2016!

Time flies, and life goes on. New year, new journey, new term to be passed on.


Saya membatalkan banyak rencana berpergian, meski pada kenyataannya saya butuh pergi. Sudah hampir 6 bulan terakhir, mata saya tidak melihat hutan dan jalan berkontur curam untuk dijajaki, tidak juga mencium bau khas keringat yang didapat setelah menapaki tanah-tanah vulkanik dataran tinggi. Tadinya saya berpendapat bahwa liburan kali ini cukup dilakukan di rumah, meruntuhkan tembok pertahanan diri, merenung, dan menangis sejadi-jadinya tentang semua hal yang terjadi di bulan-bulan sebelumnya untuk kemudian membangun kembali tembok pertahanan yang baru. Namun ternyata, saya salah. Saya memang berhasil meruntuhkan tembok itu, merenung, juga menangisi semua hal yang saya sesali, namun untuk membangunnya lebih kuat dari sebelumnya mungkin saya butuh untuk pergi. Seolah-olah ia berfungsi sebagai perekat yang penting bagi tembok pertahanan saya.

Hampir satu bulan terakhir, saya menonton banyak tontonan yang mungkin tidak biasanya saya tonton. Anime dan drama Jepang dengan berbagai genre. Ini merupakan suatu hal yang baru, mengingat sebelumnya saya hampir tidak pernah menonton dorama. Well said, a new thing to start a new year.

Di liburan kali ini juga, saya banyak menimbang-nimbang tentang keinginan melanjutkan belajar ke luar negeri. Apakah saya ingin langsung apply sebelum lulus, atau malah bekerja terlebih dahulu. I honestly might want to work first, mengingat mungkin pengalaman dibutuhkan ketika berada jauh dari keluarga. Tapi satu sisi diri saya yang lain masih terlalu takut, takut akan kehidupan nyata yang harus saya hadapi saat bekerja nanti. Maka cara terbaik untuk lari sementara dari kenyataan adalah dengan mendapatkan beasiswa lanjutan belajar ke luar negeri. Tidak, saya tidak sepenuhnya percaya pada kemampuan berbahasa saya, karena banyak orang di sekitar saya dengan kemampuan yang lebih mumpuni, yang saya sendiri pun terkadang iri. Lagipula, mengandalkan kemampuan berbahasa saja tidak akan banyak membantu. Mimpi ini masih sangat jauh dari jangkauan. Saya ingin membuatnya lebih dekat, namun hal pertama yang harus saya lakukan adalah menentukan pilihan; kerja atau langsung caw, dan keduanya sama-sama memiliki hal yang saya khawatirkan. Cari pekerjaan tidak segampang membalik telapak tangan, saya tahu itu. Namun belajar di negeri orang tanpa persiapan juga sama saja dengan masuk ke kandang harimau yang lapar. Ah Tuhan, tolong bantu hamba-Mu mendapatkan jawaban.

Seperti tahun-tahun sebelumnya, tahun ini pun saya tidak membuat resolusi pasti mengenai apa yang akan saya lakukan. Saya hanya akan berusaha untuk membuat mimpi-mimpi saya lebih dekat, entah bagaimana caranya. Yah, pada akhirnya saya hanya akan memikirkan satu langkah ke depan, bukan dua, apalagi tiga. Karena pada tiap satu langkah yang saya ambil adalah sebuah keputusan yang bisa saya syukuri atau malah sesali. Dan di tiap langkah tersebut, akan banyak terjadi hal-hal di luar perkiraan saya, entah itu baik atau buruk. And I will cherish them all heartily. 

Selamat datang 2016, semoga makin banyak hal-hal baik terjadi di tahun ini. Aamiin.
Share: