Hari itu, saya berdiri di peron 4 Stasiun Manggarai, menunggu kereta jurusan Bekasi datang. Seperti biasa, sambil menunggu, pikiran saya hanyut memikirkan berbagai hal yang melintas sambil memandang apapun yang ada di hadapan. Tiba-tiba hujan turun. Orang-orang mulai sibuk mengeluarkan payungnya untuk melindungi tubuhnya dari hujan. Saya tetap bergeming, selain karena tidak membawa payung, hujan yang turun juga masih dalam skala kecil alias rintik. Lagipula, saya juga pecinta hujan, tak masalah bila basah, begitu pikir saya. Tapi tak lama, hujan yang turun menjadi lebih deras. Dan seseorang di sebelah saya, tiba-tiba menoleh dan berkata, "Mbak, sini bareng sama saya aja, nanti basah." Terus terang, saya terkejut ditawari berteduh dalam satu payung yang sama seperti itu.
Namanya Tyas, saya masih ingat betul. Saya memanggilnya Kak Tyas, adalah seorang pegawai di salah satu perusahaan asuransi di kawasan Sudirman. Perawakannya mungil dan terlihat gampang akrab dengan orang lain, terbukti dari percakapan kami yang kerap kali diisi dengan pertanyaan-pertanyaan darinya.
Beberapa menit berselang, kereta tujuan Bekasi ternyata dipindah ke peron 1. Masih bersama Kak Tyas, kami berlari kecil menuju peron 1. Ramai, tentu saja. Tapi saya, masih asyik termenung menyadari kebaikan seseorang yang tidak saya kenal hari itu. Ketika kereta akhirnya tiba, semua penumpang berebut naik, tentu saja. Keretanya kosong. Dan kami berdua berhasil mendapatkan tempat duduk. Tapi jujur saja, hari itu adalah pertama kalinya saya tidak ingin duduk meski keretanya kosong, entah kenapa. Saya turun lebih dahulu, sambil mengucapkan terimakasih atas payungnya.
Bahkan setelah turun dari kereta, saya masih termenung. Dalam hati, saya terus bergumam, ternyata masih banyak orang baik di Indonesia.
Namanya Tyas, saya masih ingat betul. Saya memanggilnya Kak Tyas, adalah seorang pegawai di salah satu perusahaan asuransi di kawasan Sudirman. Perawakannya mungil dan terlihat gampang akrab dengan orang lain, terbukti dari percakapan kami yang kerap kali diisi dengan pertanyaan-pertanyaan darinya.
Beberapa menit berselang, kereta tujuan Bekasi ternyata dipindah ke peron 1. Masih bersama Kak Tyas, kami berlari kecil menuju peron 1. Ramai, tentu saja. Tapi saya, masih asyik termenung menyadari kebaikan seseorang yang tidak saya kenal hari itu. Ketika kereta akhirnya tiba, semua penumpang berebut naik, tentu saja. Keretanya kosong. Dan kami berdua berhasil mendapatkan tempat duduk. Tapi jujur saja, hari itu adalah pertama kalinya saya tidak ingin duduk meski keretanya kosong, entah kenapa. Saya turun lebih dahulu, sambil mengucapkan terimakasih atas payungnya.
Bahkan setelah turun dari kereta, saya masih termenung. Dalam hati, saya terus bergumam, ternyata masih banyak orang baik di Indonesia.
0 comments:
Post a Comment