Sunday, February 23, 2014

∞ cycle of life

Mari bercerita
Tentang cinta
Tentang kehilangan
Juga tentang sebuah pengharapan
Ini bukan hanya kisahku, kisahmu, atau kisah salah seorang di antara kita
Tapi ini kisah kita semua
Kisah yang kita tak pernah sadar saling terhubung benang merah di sebuah lingkaran kosmos bernama semesta

Hati yang menghangat, retak, atau bahkan tak bergeming sekalipun tetaplah sebuah hati
Sebuah benda yang diagungkan manusia karena cinta
Karena cinta selalu dilambangkan dengan hati
Pun bagi hati-hati yang telah mati
Semua orang punya hati, punya mata, punya cinta
Tapi ketika kehilangan menghampiri
PYAR! Buyar semua cinta!
Buyar semua pengharapan yang dipunya
Tinggallah syak wasangka
Bahwa Tuhan tega
Bahwa Tuhan tak pernah adil padanya
Bahwa Tuhan tak lagi ada

Kehilangan itu saat kamu tak lagi bisa kulihat, apalagi kugenggam
Kehilangan itu saat semuanya tetap berjalan tanpa kamu di lingkaran
Kehilangan itu saat Tuhan disalahkan
Padahal seharusnya sebuah kehilangan menjadi cermin diri
Bahwa kita semua akan kembali

Ah, harapan
Aku lelah berharap
Aku lelah berandai-andai
Aku lelah mempertahankan kamu disini
Di dalam hatiku yang hampir mati
Kenapa kamu tidak berfungsi sebagaimana mestinya? Kenapa?
Oh ya, aku lupa
Kamu pun sudah lelah
Berteriak seperti orang gila memperingatkan bahwa kamu masih disitu
Maafkan aku

-PPT-
Share:

Friday, February 21, 2014

The one who died and they who being left

Senin, 17 Februari 2014 malam.
Gue sama ayah lagi diatas, duduk diam mengawasi laptop di hadapan dengan problem yang berbeda. Dia dengan urusan proyeknya, dan gue dengan latihan kalkulus yang bikin kepala gue sakit itu. Fani, Aqih, sama ibu udah pada tidur di kamar masing-masing. Sampai kira-kira jam setengah 11, gue sama ayah sama-sama bengong beberapa detik waktu ada yang teriak dari bawah. Tadinya gue nyangka itu nyokap, tapi begitu dipanggil ulang sama ayah dan no respond, ayah langsung lari ke bawah while gue masih stuck bengong. Feeling gue mulai nggak enak dan meluncurlah gue ke bawah. What is it that i found? Mbah akung yang terus meringis sambil megangin perutnya dengan nyokap yang terus ngusap-ngusap perut beliau sambil baca ayat kursi dan doa-doa lainnya. Muka gue pias, gatau harus respon apa. Though deep down inside i know this is not gonna be okay. Akhirnya nyokap sama bokap ngajak mbah ke rumah sakit. Gue ke atas bentar buat matiin laptop ayah terus turun lagi ke bawah bantuin mbah pake baju buat ke rumah sakit. Gue deg-deg an banget, khawatir, but no showing it at all. Waktu mbah akung keluar dari kamar mandi dan gue masangin sarungnya, dia bilang dia susah pipis. He's so messed up. Cold sweating while i wear his clothes on. Gilak gue ngusapin keringetnya terus mapah beliau ke garasi. Ayah udah ngeluarin mobil tapi masih nata kertas-kertas ulangan buat sekolahnya yang ber rim-rim itu jumlahnya. Mbah akung has been sweating too much sambil megangin perutnya. Shit, gue nggak tega sama sekali liatnya. Udah pokoknya abis itu beliau dibawa ke rumah sakit and there i was, nemenin mbah uti yang juga khawatir setengah mati.

Selasa, 18 Februari 2014.
I was up all night to company her bareng sama mbah ratmi, his sister. Gue ngerjain pr kimdas gue di bawah, sambil sms nyokap nanyain keadaannya mbah. She said everything's okay. Mbah akung cuma kembung dan gabisa pipis terus dipasangin kateter and whatever the tools are. Gue lega lah, sedikit. It means perasaan gue doang kan yang gaenak. Abis dibilang kayak gitu, gue masih sempet banget curhat-curhat di twitter. Dan baru tidur jam 3 pagi. I already forgot my class at 8, calculus class. Yaudah that's my first absent on purpose class after all. Gue nyampe kampus jam 9an dan langsung solat dhuha. And yup, i cried. The longest time i've ever been there kayaknya. Banyak banget bengongnya sambil nangis-nangis. Dan lagi-lagi, deep down at that time, i knew he would left. I knew he would passed away. Such a bitch feeling, isn't it? I tried to ignore that but it keeps coming like shit. Abis itu gue masih ada kelas fisdas dan harusnya jogging sama materi buat naik ke joglog sama papandayan minggu besok. Tapi yang gue ikutin cuma fisdas doang dan gue pulang karena kata bokap gausah ikut dulu. I obeyed him as well. Gue pulang naik kereta sama metro as always. Terus di metro gue bbm-an sama fani marah-marah gara-gara dia pasang pm yang bikin gue deg-degan setengah mati. Kampret emang. She wrote, "another gloomy day. Another day to grow up. Be strong :'(" gue bacanya udah yang kayak "what the freaking hell is going on? Mbah kenapa? Is he already left?" parah banget ya njir tapi pas gue tanya gitu dia bilang gapapa, but still im worried. Terus ayah sms kenapa gue belom pulang, gue bilang gue masih di metro, terus kata dia kalo gue mau jenguk mbah di ruang 2204 annas 2. But i said gue gamau kesana sendiri, nanti aja sama fani. If only i knew that would be the last time i saw him alive, i would have gone T____T. Gue nyampe rumah kayak biasa aja, cuma tau kalo mbah akung is well there and im okay. Sampe pas isya, mbah uti masuk ke kamar gue nyuruh solat. Itu pas banget baru azan isya terus gue bilang "iya ntar dulu, baru azan." terus beliau solat isya duluan. Abis itu gue yang solat dan not long after that she asked me whether the front door should have been locked or not, yaudah gue ke bawah dengan niat mau ngunci pintu. Tapi tiba-tiba ada yang buka pager. I was expecting it was om man, coming to accompany mbah uti juga. Tapi ternyata itu mbah ratmi sama bule nur. Guess what news they brought to me? Mbah akung meninggal. Gue dengernya udah yang kayak antara percaya ga percaya. Ngambang. Bengong beberapa detik terus kata mereka gue jangan kasih tau mbah uti dulu. Gue ngangguk dan act like nothing happened. Act like im okay, so don't worry. Nggak, gue sama sekali nggak nangis at that time. Gue cuma syok, kenapa beneran kejadian. Mana katanya rumah sakit tempat mbah gue di rawat itu kebakaran, i thought mbah gue meninggal gara-gara kebakaran itu tapi ternyata nggak. Abis itu, gue naik ke atas ngasih tau fani sama aqih. Mereka kaget, gue apalagi. Terus dari bawah kedengeran mbah uti yang mulai nangis. 

Damn, i'd remember that day as one of my worst day ever. Bukan, bukannya gue nggak ikhlas mbah meninggal, bukan itu. It's just weird that the world im living right now remains the same, but the people within, no. Gue cuma mikir, i had too many memories with him. Jalan-jalan ke pasar naik keranjang di sepedanya, dianterin sekolah waktu masih SD dulu, abis pulang sekolah mampir dulu ke SD sebelah makan bubur almarhum mbah rohmat, diajak ke stasiun nonton kereta sambil makan bubur lagi. Semua memori masa kecil yang kayaknya penuh sama ingatan tentang beliau, only because i've spent too many times being with him. Atau waktu gue udah mulai beranjak remaja, no longer naik sepeda sama beliau kemana-mana, tapi sebagai gantinya beliau selalu ada waktu gue pulang ke rumah, even if it's much late at night, he's still there, waiting me to come home and locked the door. I would no longer hear his voice every time i took out a plate and opened the rice cooker to eat. Gue nggak bakal nemuin lagi mbah akung yang dulu selalu gue ledekin karena dengerin lagu jawa mulu though diem-diem gue suka juga dengerinnya. Gue nggak bakal nemu mbah akung yang tiap sore motongin wortel sama daun bawang buat jualan gorengan besoknya, juga nggak bakal nemuin mbah akung yang tiap siang duduk deket rak piring ngantuk-ngantuk jagain warung karena mbah uti tidur siang. Atau mbah akung yang tiba-tiba kepalanya muncul dari balik pintu, nyariin makanan non-milk dan nggak pedes. Gue kangen suaranya yang ketus tapi perhatian, gue kangen pamitan sama dia tiap gue berangkat kuliah, gue kangen tiap dia nanyain gue, fani sama aqih mau makan apa nggak karena makanannya baru selesai dimasak, gue kangen sosoknya yang tiap pergi selalu pake kemeja batik sama celana bahan plus kopiah hitamnya, gue kangen liat mbah akung naik sepeda buat belanja atau cuma sekedar ngajak cucunya jalan-jalan, gue kangen permen dari plastik lusuh kemeja batiknya, gue kangen liat mbah akung yang pergi solat jumat pake sarung sama baju koko plus lagi lagi kopiah hitamnya. And even today is freaking friday. I could no longer see things i cant realize i love. 

Mbah, pipit kangen mbah akung. Kangen banget. Ini bahkan baru hari ketiga mbah, how come i live the rest with no tears? Nangis gue waktu dhuha selasa itu emang bukan tanpa alasan, because somehow i knew that he would left. Waktu gue di makam, gue sadar kalo itu terakhir kalinya gue liat beliau. Gue sadar kalo abis itu gue nggak bakal liat mbah akung lagi di rumah, nggak bakal liat mbah akung naik sepeda lagi, nggak bakal liat mbah akung goreng gorengan lagi, nggak bakal liat mbah akung buang sampah di depan warung lagi, nggak bakal liat mbah akung masak lagi, nggak bakal denger mbah akung manggil nama gue lagi, nggak bakal liat dia makan lagi, dan gue kayaknya bisa gila karena tiap gue inget itu gue pasti nangis. Ternyata sesayang ini gue sama mbah akung. Mbah akung yang dulu selalu nenangin mbah uti tiap nangis karena inget almarhum mbah rohmat sama mbah rini, mbah akung yang selalu bilang kalo setiap orang bisa meninggal bahkan yang keliatannya nggak pernah sakit sekalipun, mbah akung yang sekarang pergi dengan cara yang sama dengan yang selalu beliau bilang. Beliau nggak pernah ke rumah sakit sebelumnya, ke dokter pun bisa dihitung jari. Tapi hari itu, Allah yang pegang semuanya. Allah yang pegang tali takdirnya, dan Dia yang memainkannya. Mbah akung pergi, dengan semua kenangan yang beliau buat dengan kami. Kita semua sayang mbah akung!! Mbah akung baik-baik ya disana, semoga kita semua sabar karena ditinggal mbah, semoga kuburannya jadi tempat yang nikmat untuk menunggu hari akhir nanti, semoga kita semua bisa kumpul lagi di surganya Allah. Aamiin ya Rabbal 'alamin :''''')
Share:

Monday, February 10, 2014

Yay, new term!

Gila gue masih amazed banget jam segini gue udah nongkrong depan laptop di kamar sendiri hahahaha semua ini disponsori oleh matkul praktikum kartografi yang di-cancel, terimakasih Mbak Revi! /insertemoticonsenyumpepsodent.jpg/ oke jadi sebenernya bukan itu intinya.

Intinya hari ini hari pertama term gue yang baru, matkul baru, tapi temen-temennya masih tetep yang lama. That's why I saw many hugs happened everywhere. Pelukan-pelukan kangen juga teriakan (agak) histeris dari mereka yang kembali berkumpul hari ini. Ya, liburan memang telah berakhir. Tapi sepertinya, memang tak ada yang dapat mengalahkan asiknya menjalani rutinitas bersama teman-teman terdekat. Waktu liburan kami memang tidak seberapa, hanya sebulan kurang lebih. Dan di saat-saat itu, banyak pengalaman yang dibuat untuk kemudian dikenang selama di perantauan. Teman-teman yang berasal dari luar Jabodetabek pasti tahu, betapa sulitnya meninggalkan keluarga dan kampung halaman untuk kembali menuntut ilmu disini. Tapi mereka melakukannya meski beberapa diantaranya hanya sekedar untuk mendapat gelar sarjana. Tak apa, toh sudah banyak hal yang mereka korbankan untuk sampai disini. Meski jadi sarjana bukan jaminan hidup mapan, setidaknya ada yang dapat dibanggakan.

Buat gue sendiri, gue cuma berharap semoga pelukan-pelukan kangen yang gue lihat hari ini bukan cuma ada di hari ini. Pelukan-pelukan itu layaknya janji tak terucap bahwa di masa yang akan datang mereka yang berpelukan itu akan tetap berusaha bersama-sama sampai akhir, tetap mendampingi di saat sulit, juga tertawa bersama di saat senang. Meski tak ada yang dapat menjamin bahwa mereka tak akan pernah berubah, setidaknya mereka bisa mempercayainya untuk saat ini. Setidaknya ada yang menjadi penyangga di saat kau goyah, meskipun hanya untuk sementara. Rasanya menyenangkan bukan jika kau mengetahui ada seseorang yang selalu siap membantumu berdiri di saat-saat terlemahmu?

Once again, this is the new term. Semuanya udah nggak sebuta saat dulu semester pertama. Udah bukan lagi mahasiswi baru yang celingak celinguk bingung nyari ruangan dan nggak ngerti cara ngisi irs (meski tetap berebutan dosen). Saatnya berubah jadi lebih baik dari semester sebelumnya. Saatnya berusaha lebih keras bersama teman-teman dekat yang memelukmu sekarang sampai tiba saatnya ini semua berakhir. Dan semoga ketika saat itu tiba, mereka yang akan memelukmu nanti adalah orang-orang yang sama dengan yang memelukmu sekarang. Semoga saja.


Friends are hard to find. 

In a lifetime you get only a few. 

And when you find them, you always know them by sight and heart alone, 

you always grow a little bit taller in your soul,

and you know you've been blessed just to know them.

Ashley Rice

Share:

Wednesday, February 5, 2014

Note for my dearest F

People said, it's about the journey not the destination.
But what we had along the journey, will decide the destination, isn't it?
When all destination we actually had is coming home,
Love will walk us towards it.

Selamat sore! I just took my afternoon bath as soon as I arrived. And during the time, I was thinking about the thing my best told me about. This post is about love and all its concerned. It's funny though because my own self hasn't been in relationship before. But well, this is just gonna be a writing from my point of view. I won't tell who the couple is, because this is just the way I look through them. After almost 5 years I'm being the alive witness (lol pardon my hyperbolic choice of words), I think I should write this.

Hubungan selama hampir 5 tahun yang sudah terjalin itu akhirnya kandas. Bak sebuah perahu yang menabrak karang besar, merobek lambungnya, dan kemudian tenggelam. Bukan tanpa sebab jika hubungan itu akhirnya harus berakhir. Toh, selama waktu hubungan itu (lebih) banyak diwarnai dengan tangisan juga kata-kata putus dan usaha move on. Lagipula, sang empunya perasaan sempat memutuskan untuk menjalani Hubungan Tanpa Status yang boleh kubilang cukup berhasil jika dibandingkan dengan resminya hubungan mereka sebagai sepasang kekasih. 

Namun sekarang, semuanya benar-benar telah selesai. Sang pria bahkan sudah menemukan pengganti sang wanita, hanya dalam hitungan kurang dari satu bulan. Jika boleh kukatakan, hampir semua teman terdekat sang wanita tahu tentang hal ini. Lebih dikarenakan pengganti sang wanita notabene adalah salah satu teman terdekatnya. Aku tak tahu bagaimana harus menanggapinya ketika baru pertama kali mendengar kabar ini. Yang ada dalam pikiranku hanya, "Apa segampang itu ya move on? Apa secepat itu menemukan pengganti untuk mengisi hati yang kosong? Apa semudah itu jatuh cinta? Semudah itu melenyapkan kenangan selama hampir 5 tahun berselang? Atau sang pria merupakan tipe womanizer yang mampu menundukkan hati wanita dalam sekejap?". Aku segera menyingkirkan opsi terakhir karena ya aku mengenal sang pria dan sempat beberapa kali bertemu dengannya. And well, here I am. Still falling in love with the South Korean guy. Oke lupakan, mungkin he's just not my type or whatever. Pada intinya, menurutku dia nggak setampan itu untuk jadi tipe pria womanizer. Yah, walaupun seperti cantik, tampan juga merupakan hal relatif.

But really, I'm obviously right. It's not easy to erase all almost-5-years memories a couple has ever had. Sang wanita bilang padaku bahwa deeply in her heart, she's still loving him no matter what. And so is the man. Pertanyaanku sekarang, apakah tepat kata-kata itu diucapkan ketika sebuah hubungan sudah berakhir dan salah satu pihak telah memulai suatu hubungan yang baru? Apakah adil bagi sang wanita di antara mereka untuk diperlakukan seperti itu? Terlebih lagi sang pria meminta sang wanita menunggunya hingga mereka dewasa dan sudah benar-benar siap dengan segala konsekuensinya. Cih, that's the most fierce words I've ever heard. How childish! How could a man say that? Pria macam apa yang meminta seorang wanita menungggunya dengan setia sementara dia menjalin hubungan dengan wanita lain? Pria macam apa yang meminta seorang wanita untuk tidak jatuh cinta lagi kepada orang selain dirinya sementara dia menikmati curahan cinta dari wanita lain? Dan yang membuatku tak habis pikir, he realized it. He's damn realized it. Dia sadar kalau dia egois dan bilang kalau dia ingin agar sang wanita bahagia? Damn you man, which part of your sentence indicate a sincere will to make the woman happy, hah? If only I could punch you right on the face, I would have gladly done that years ago.

Aku benar-benar kehabisan kesabaranku kali ini. I've seen how many tears she shed for him. Dan aku benar-benar kehabisan alasan kenapa sang pria seperti tak pernah lelah membuat sang wanita menangis. For god freaking sake, don't you know how ugly a woman could be when she's crying? I do even hate it. She told me everything she could tell. The man's sweet attitudes, caring, and love. Or also how the man "cheat" on her. Aku selalu bilang padanya, "Just go get a new one, please. You've shed so many tears these few years. Just because of him." And she'd always say, "Iya Zah. Gue mau move on kok." But always ended up with they're getting back together. Kalau sudah begitu, aku bisa apa? Posisiku disini hanya sebagai pengamat, sebagai seorang sahabat yang cuma bisa mendoakan yang terbaik bagi sahabatnya. It's their feeling though, not mine. So, why bother to force them break up?

Cuma mau bilang, I don't wanna influence you to take any decision of holding this kind of relationship. It's all yours, after all. Sekali lagi, ini cuma pandangan gue doang. Kalo boleh saran sih, ya monggo pelan-pelan move on. I have no heart to see you crying for him anymore. I'm fed up. But seriously, this has nothing to do with me so I'll pray for the best relationship you could get, girl. Though yours will eventually end up with him, it doesn't even matter. Fate couldn't somehow be wrong, right?


For my lifetime buddy, I hope you get the right one (and so do I).
Love,

Fai
Share: