Saturday, December 21, 2013

A day after the final exam finished

Gue baru bangun tidur. Baru aja shalat dzuhur dan baru aja dapet paket capdase dari abang-abang jne yang pusing muter-muter nyari rumah gue. Random? Jelas. Gue buka laptop dan tiba-tiba mikir........gue hidup buat apasih? Pertanyaan yang jujur saja akhir-akhir ini, entah kenapa, lebih sering mengusik. Pertanyaan yang sampai sekarang belum bisa gue temuin jawabannya, atau mungkin udah tapi gue yang belum bisa jadi kayak jawaban itu.

Gue capek, mumet sama hidup. Because somehow our life is connected to each other, suka atau nggak. Dan justru karena itu gue sering mempertanyakan hal di atas? Gue disini mau ngapain sih? Buat apa? Buat siapa? Mau jadi kayak gimana ke depannya? Apa cuma mau jadi anak UI yang biasa -biasa aja, yang dapet gelar sarjana dari UI terus yaudah kerja, mapan, hidup enak. Ya Allah, dulu gue ngerasa hidup dengan alur kayak gitu udah paling terjamin, udah paling enak, sampai tua juga cuma bakal ongkang-ongkang kaki terima duit pensiun and so on. Tapi, nggak, hati gue nggak bilang itu bener. Hati gue bilang gue harus do something. Harus bisa jadi bermanfaat buat orang lain, harus ikut andil dalam bikin negara ini ke arah yang lebih baik. Tapi gimana? Gimana caranya? Gue nggak tau. Gue masih buta disini. Buta di kampus yang bakal jadi rumah gue 3,5 tahun ke depan.

Gue nggak deket sama senior, bukan karena gue nggak mau ngedeketin, tapi karena gue juga nggak tau harus ngedeketinnya gimana. Gue bukan cewek populer di kampus, like i've never been before. Jadi ya yaudah. Gue disini ya sendiri. Berjuang sendiri. Mungkin ada beberapa temen yang deket sama gue, yang ngasih support kalo gue lagi down, ya tapi mereka nggak di kampus ini. That's why. Gue bingung. Setiap di kampus tuh gue kayak blank on sendiri. Yang lain punya urusannya masing masing which i think mereka juga gatau masa depan yang menanti mereka kayak gimana. I definitely know kalo kita harus live today because it makes our tomorrow ya tapi kan tetep aja yang namanya worries still exist. Gue harus tetep keep my self on the right track biar ke depannya bisa tetep bener. Jadi.......doain aja ya. Bismillahhirahmanirrahim :'''')
Share:

Sunday, December 8, 2013

Geography and its future

Guten Tag! I actually have a post in my draft but i don't think i'd be able to continue it right now because i'm in the middle of doing my additional english task but why i'm writing this then it's because this thing is flying around my mind all over again. So yeah, i'm gonna using bahasa in mixing english as well.

So, last night i was searching for my lecturers' profile for the sake of G-Days 6th Olympiad and i found a blog whose the owner is a graduated student of Geography UI. Being pushed by my curiosity, i read it. It's all okay in the beginning, till i got to the point which says that "lulusan geografi bakalan cuma jadi PNS atau tenaga GIS which means lo bakal stuck disitu aja all along karena jadi PNS itu mematikan pikiran." Si penulis ini rupanya juga PNS di salah satu kantor pemerintahan lah intinya, jadi surveyor gitu kalo nggak salah. Nah, yang bikin gue lebih kaget lagi, pas gue baca komen ada salah satu komen anon yang bilang "saya salah satu maba geografi ui. belum apa-apa saya udah baca yang kayak begini. jadi apa manfaatnya kita jadi lulusan geografi kalo kerjaanya bakalan cuma mematikan pola pikir aja? terus dimana letak pemikiran spasialnya?" dan waktu gue baca tanggal postnya......itu sekitar bulan agustus pertengahan. Yang artinya.......yang ngomong itu salah satu anak angkatan gue yang gue juga gatau siapa. So far, gue bengong doang pas baca karena si penulis awalnya cuma ngebahas kayak dosen-dosen yang inspiratif buat dia kayak Mas Arko, Mas Hafid, Pak Cholif, sama Bu Wid yang notabene gue kenal nama-nama itu juga karena ya mereka masih ada di geo. Dia kayak protes gitu tentang kerjaannya, about why in his job right now, there's no knowledge he got in college are used? so it's all useless? and so on.

Dia juga bilang kalo anak geo itu anak-anak buangan dari jurusan lain because well yeah, yang masuk ke geo emang rata-rata pilihan kedua atau lebih that's why dia juga awalnya males jadi anak geo. But as soon as he entered there, senior sama dosen-dosennya kayak nge blow-up tentang geo gitu (berlaku juga sampai sekarang) yang ngebuat dia akhirnya betah di geo. Tapi ya itu tadi, dia protes kenapa lulusan geo ui cuma bisa jadi PNS, tenaga GIS, atau paling dosen? Kerjaan yang menurut dia bahkan ga menggunakan analisis spasial sebagai dasarnya dan semacamnya lah.

Well, i personally think that gimanapun kerjaan lo nantinya, itu tergantung lo. Either you'll get a job with your major basic in college or not, itu tergantung juga. Buat gue sih, gimana cara lo ngejalaninnya aja, enjoy apa nggak. Toh, semua hal yang dijalanin dengan hati lapang itu bakal berakhir bahagia kan? Oke, mungkin ini cuma pikiran seorang maba yang masih terlalu naif akan dunia yang sebenarnya atau entah bagaimana, tapi at least, enjoy your today because you live for today, not for tomorrow or even yesterday. Because if you don't survive today, how can you live tomorrow? What yesterday means for you then? Sekali lagi buat gue......kuliah aja yang bener, kalo lo enjoy di jurusannya kenapa nggak? Urusan kerjaan mah urusan nanti. Toh kerjaan bakal dateng sendiri kalo lo bisa menghargai dan menikmati setiap tetes keringat yang jatuh waktu lo menuntut ilmu di bangku kuliah. Karena sehebat apapun profesinya, nggak akan berguna kalo lo nggak memberikan manfaat buat orang lain. Is it?

Share:

Sunday, December 1, 2013

7:07's post

Lagi-lagi, cuma sekadar tulisan kosong di antara lautan tulisan bermakna di bumi.

Aku bukan penulis hebat. Bukan pula seorang pendongeng yang dapat menceritakan semua ceritanya dengan baik; membawa pendengarnya masuk ke dalam dunia yang ia ceritakan, menghanyutkan. Aku hanya seorang pelajar biasa yang suka bercerita dalam tulisannya. Bercerita tentang teman-temannya, tentang mimpinya, tentang keluarganya; tentang dunianya. Dunia yang kadang terlalu kejam menampar seorang gadis kecil yang masih lugu di pinggiran kota. Aku hanya seorang penulis amatir, yang tidak tahu bagaimana caranya membangun sebuah plot agar bisa menciptakan epik baru. Pun tak tahu caranya membangun sebuah karakter kuat yang mempengaruhi pembacanya. Apalagi membuat parafrase sulit berjuta makna. Ah, dunia. Apakah aku harus mengikuti ratusan kursus menulis di luar sana agar jadi hebat?

Mimpi itu tentang menulis. Bukan sekadar menulis, tapi menulis dari hati. Tidak, aku tidak berminat untuk menulis novel roman remaja seperti Cindy, yang bukunya bahkan sudah terbit. Aku iri, jelas. Aku cuma ingin menulis agar perasaanku tenang karena semuanya tertumpah. Aku tahu bahwa aku juga bukan penulis blog yang terkenal karena blognya dikunjungi ribuan orang seperti Raditya Dika. Yang pada akhirnya terkenal se-antero Indonesia. Entahlah. Tapi menulis benar-benar membantu. Terlalu banyak mimpi yang ingin diwujudkan. Berdesak-desakkan dalam waktu yang sempit dan terbatas secara bersamaan. Meski aku juga tak tahu bagaimana realisasinya. Ah dunia, kenapa aku harus ada?

Tulisan itu bercerita. Karena tak semua hal dapat diungkapkan dengan kata-kata. Ada saat dimana aku bahkan tak mau bicara. Karena kata orang, lidah tidak bertulang. Lebih lentur daripada karet pun lebih tajam daripada pedang. Kata-kata yang sudah terucap pasti membekas di hati, tak bisa ditarik lagi. Bahkan untuk hal sepele sekalipun. Sebenarnya, itu salah satu sebab kenapa menulis bisa menjadi perantara lain. Ketika aku menulis, perasaanku tergambar di depan mata. Masih bisa kubaca dan kupertimbangkan ulang sebelum disampaikan. Tapi bicara? Tidak. Ketika kata-kata terucap, kamu mengayunkan pedangmu kepada orang lain. Entah mengenainya atau tidak, itu tergantung kamu. Dan dengannya, kamu akan mempunyai teman atau malah musuh baru. Ah dunia, kenapa kamu selalu punya dua sisi berbeda?

Jujur saja, aku lelah. Lelah mengejar mimpi yang ujungnya saja bahkan belum terlihat. Lelah mencari cara untuk sampai kesana. Atau karena mungkin ini masih awal. Awal segalanya. Awal jalan menuju mimpi-mimpi itu; mimpi-mimpi yang mungkin terlihat tak lazim untuk orang kebanyakan, namun tetap akan diperjuangkan. Karena mimpi itu, sepenuhnya tentang cinta. Cinta akan sesuatu yang membuat hati bahagia bila bersua, meski tak mudah menggapainya.
Share: