Sunday, December 1, 2013

7:07's post

Lagi-lagi, cuma sekadar tulisan kosong di antara lautan tulisan bermakna di bumi.

Aku bukan penulis hebat. Bukan pula seorang pendongeng yang dapat menceritakan semua ceritanya dengan baik; membawa pendengarnya masuk ke dalam dunia yang ia ceritakan, menghanyutkan. Aku hanya seorang pelajar biasa yang suka bercerita dalam tulisannya. Bercerita tentang teman-temannya, tentang mimpinya, tentang keluarganya; tentang dunianya. Dunia yang kadang terlalu kejam menampar seorang gadis kecil yang masih lugu di pinggiran kota. Aku hanya seorang penulis amatir, yang tidak tahu bagaimana caranya membangun sebuah plot agar bisa menciptakan epik baru. Pun tak tahu caranya membangun sebuah karakter kuat yang mempengaruhi pembacanya. Apalagi membuat parafrase sulit berjuta makna. Ah, dunia. Apakah aku harus mengikuti ratusan kursus menulis di luar sana agar jadi hebat?

Mimpi itu tentang menulis. Bukan sekadar menulis, tapi menulis dari hati. Tidak, aku tidak berminat untuk menulis novel roman remaja seperti Cindy, yang bukunya bahkan sudah terbit. Aku iri, jelas. Aku cuma ingin menulis agar perasaanku tenang karena semuanya tertumpah. Aku tahu bahwa aku juga bukan penulis blog yang terkenal karena blognya dikunjungi ribuan orang seperti Raditya Dika. Yang pada akhirnya terkenal se-antero Indonesia. Entahlah. Tapi menulis benar-benar membantu. Terlalu banyak mimpi yang ingin diwujudkan. Berdesak-desakkan dalam waktu yang sempit dan terbatas secara bersamaan. Meski aku juga tak tahu bagaimana realisasinya. Ah dunia, kenapa aku harus ada?

Tulisan itu bercerita. Karena tak semua hal dapat diungkapkan dengan kata-kata. Ada saat dimana aku bahkan tak mau bicara. Karena kata orang, lidah tidak bertulang. Lebih lentur daripada karet pun lebih tajam daripada pedang. Kata-kata yang sudah terucap pasti membekas di hati, tak bisa ditarik lagi. Bahkan untuk hal sepele sekalipun. Sebenarnya, itu salah satu sebab kenapa menulis bisa menjadi perantara lain. Ketika aku menulis, perasaanku tergambar di depan mata. Masih bisa kubaca dan kupertimbangkan ulang sebelum disampaikan. Tapi bicara? Tidak. Ketika kata-kata terucap, kamu mengayunkan pedangmu kepada orang lain. Entah mengenainya atau tidak, itu tergantung kamu. Dan dengannya, kamu akan mempunyai teman atau malah musuh baru. Ah dunia, kenapa kamu selalu punya dua sisi berbeda?

Jujur saja, aku lelah. Lelah mengejar mimpi yang ujungnya saja bahkan belum terlihat. Lelah mencari cara untuk sampai kesana. Atau karena mungkin ini masih awal. Awal segalanya. Awal jalan menuju mimpi-mimpi itu; mimpi-mimpi yang mungkin terlihat tak lazim untuk orang kebanyakan, namun tetap akan diperjuangkan. Karena mimpi itu, sepenuhnya tentang cinta. Cinta akan sesuatu yang membuat hati bahagia bila bersua, meski tak mudah menggapainya.
Share:

0 comments:

Post a Comment