Tuesday, May 17, 2022

Tujuh Belas

    Kembali lagi dengan tulisan hampir tengah malam ketika lelah tetap mendera meski libur tiga hari telah dilewati; libur yang tidak hakiki. Baru saja menyelesaikan pekerjaan lainnya setelah rapat daring beberapa jam yang lalu. Sejak bekerja, rasa-rasanya mudah sekali breakdown dan burn out, sampai-sampai mungkin pergi ke psikolog atau psikiater jadi opsi yang tidak lagi terlihat sulit dipilih. Semakin dewasa, semakin banyak pilihan yang diambil juga tanggung jawab yang diemban. Pilihan-pilihan penuh resiko maupun tanggung jawab besar yang seringkali masih dipertanyakan kenapa dibebankan pada kedua pundak ini. Kalau sedang lelah begini, memang rasanya ingin sekali kembali jadi anak kecil yang belum mengerti banyak hal, jadi anak kecil yang masih dimaklumi untuk banyak bertanya tanpa harus dihakimi kenapa tidak berhenti mencari jawabnya.

    Kemarin, untuk kesekian kalinya, saya sampai pada titik ketika saya tidak ingin melakukan apa-apa lagi selain tidur dan menangis. Kemudian, tiba-tiba daftar putar saya memutar lagu Tujuh Belas dari Tulus. Ketika sampai pada bagian "Sederas apa pun arus di hidupmu, genggam terus kenangan tentang kita. Seberapa pun dewasa mengujimu, takkan lebih dari yang engkau bisa.", air mata saya turun begitu saja. Wow, this hits the right spot accurately. Menonton video klipnya kemudian tidak membantu tangis saya berhenti sama sekali, malah turun semakin deras. Melihat anak-anak sekolah dengan seragam berlarian ke sana ke mari dengan tawa di wajah mereka membuat saya bertanya-tanya, apakah saya juga pernah terlihat sebebas itu?

    Mungkin iya, mungkin juga tidak. Jujur saja, saya mengakhiri masa SMA dengan tidak begitu gembira, apalagi dengan teman-teman di sekolah. Jika boleh memilih, mungkin teman-teman dunia maya lah yang membuat saya lebih bahagia. Teman-teman yang saat ini entah berada di mana karena kami sudah berpisah jalan dan saya hanya bisa mengingat waktu-waktu itu sebagai kenangan.

    Tujuh belas adalah usia batas ketika seragam sekolah akhirnya ditanggalkan dan diri melangkah menuju satu dunia baru bernama kedewasaan. Dunia yang pada awalnya terlihat biasa saja, namun ternyata 180 derajat berbeda. Dunia ketika harapan dan realita seringkali tidak sejalan. Dunia ketika mimpi-mimpi seringkali harus dalam-dalam dikuburkan.

    Cara saya melihat dunia saat ini mungkin salah, karena saya sedang lelah. Cara dunia melihat saya saat ini juga pasti tak kalah menyakitkan. Saya belum jadi siapa-siapa dan mungkin tak akan jadi siapa-siapa. Mungkin juga akan begitu saja dilupakan. Tapi, hingga tiba di garis akhir nanti, semoga diri ini tetap kuat berdiri meski kenangan yang harusnya bisa digenggam dengan menyenangkan, malah berakhir menyakitkan. Semoga semua ujian yang sedang berjalan hanya akan jadi bukti seberapa tangguh diri ini bertahan. Semoga.
Share: