Monday, October 12, 2015

Definisi Rasa

Satu lagi malam yang dihabiskan oleh pikiran yang terus berjalan
Meski tanpa tujuan
Kadang sesuatu memang tak bisa dikontrol sesuka hati
Karena mungkin bisa mati
Entah harus disebut apa rasa seperti ini
Gelisah?
Resah?
Atau malah gundah?

Tuhan, tolong bantu mendefinisikan
Karena hamba-Mu ini punya banyak keterbatasan
Karena banyaknya kosakata yang terdaftar tak mampu melawan angin yang menampar
Karena nalar yang bergerak tak bisa membuat pohon berderak

Jika sudah terdefinisi, setidaknya aku tahu bagaimana harus bertindak
Bahkan di tengah sorak-sorak
Namun jika tidak terdefinisikan jua, lantas aku bisa apa?
Menatap kosong pada hampa yang ada di depan mata?
Mengukir langit dengan asa yang tersisa?
Asa? 
Apakah asa bahkan nyata adanya?



Ppt, 1210
Stomach keeps tingling and I don't even know why.





Share:

Thursday, October 1, 2015

See You, ARS

Senin, 5 Oktober 2015, saya akan kehilangan satu lagi teman saya. Bukan, bukan untuk selamanya, hanya sementara. Namanya Aldi Rizky Setiyawan, kini berhasil diterima di Akademi Imigrasi (AIM) dari Departemen Hukum dan HAM setelah percobaan kedua kalinya. Niatnya untuk menempuh pendidikan di sekolah kedinasan sesungguhnya patut diacungi jempol, karena tetap tidak surut setelah gagal berulang kali di berbagai instansi. Mungkin, tahun ini memang rezeki dan jalannya.

Memulai kehidupan baru di tempat baru pastilah tidak mudah. Namun, jika itu Aldi, saya percaya dia bisa. Kami menyebutnya botak, bibir, di al, apapun panggilan akrabnya. Seorang anak laki-laki dengan badan tegap serta sikap tegas ala tentara, serta ucapan yang kadang suka asal dan agak kasar, namun baik bahkan cenderung lembut jika dihadapkan pada persoalan cinta. Saya kadang suka menertawakannya akan hal ini. Satu hal yang saya salutkan dari Aldi adalah sebagian waktunya yang selalu disempatkan untuk dua rakaat Dhuha.

Saya ingat saya pernah menangis tiba-tiba di suatu Jumat pagi bulan Oktober tahun lalu. Waktu itu saya sedang berada di kelas, mata kuliah Survey dan Pemetaan, ketika tiba-tiba perasaan saya tidak enak dan tidak nyaman. Ada yang akan pergi, itu pesannya. Saya tidak tahu siapa, kenapa, atau kapan seseorang itu akan pergi. Saya juga tidak tahu kenapa saya bisa mendapatkan pesan itu. Tapi beberapa hari kemudian, saya tahu Aldi mendaftar AIM untuk yang kedua kalinya. Saya kira pada awalnya dia akan diterima, saya dan seorang teman saya sampai sering mengecek pengumuman di websitenya. Namun, tidak. Aldi tidak pergi tahun kemarin. Saya jujur saja, senang, meski Aldi pasti kecewa.

Beberapa bulan lalu, tiba-tiba Aldi memberitahu saya bahwa dia mendaftar lagi. Terus terang saya kaget, namun reaksi saya waktu itu hanya menegaskan kembali pernyataannya sebelum mendoakannya berhasil. Kali ini saya mungkin lebih siap melepasnya pergi. Maka tes demi tes yang dijalaninya terus berlanjut, dengan pertanyaan rutin “Gimana Di? Lolos?” dari saya. Dengan jawaban “Alhamdulillah, Jah” yang terus menerus pula. Kali ini, doa saya tulus. Jika memang rezekinya, pasti Aldi diterima. Dan benar saja, saat itu datang. Ketika Aldi mengabarkan bahwa dia diterima, saya tersenyum kecil mengingat perjuangannya yang akhirnya berbuah manis. Namun tetap, ada ruang kosong yang tercipta darinya.

Aldi, pada akhirnya akan pergi. Saya akan sangat merindukan laki-laki ini. Saya senang dia pada akhirnya bisa menggapai jalan menuju impiannya, namun juga sangat sedih mengingat saya tidak akan melihatnya lagi di hari-hari selanjutnya. Take a good care, Al! See you when I see you.
Share: