Ramadhan sudah menemui penghujungnya. Satu bulan berlalu begitu saja. Tanpa ada apa-apa. Padahal seharusnya satu bulan lalu itu merupakan satu bulan yang istimewa; Ramadhan Kareem, siapa yang dapat menjamin aku masih dapat menemuinya tahun depan? Tapi sungguh, Ramadhan tahun ini terlalu sepi. Suasananya pun tak kental terasa seperti biasanya, tertutupi oleh bisingnya kampanye para calon pemimpin bangsa. Toh pada akhirnya pemilu tetap berlangsung ricuh dan banyak suara-suara yang kabarnya diselewengkan. Lantas apa yang kita dapat? Merugi keduanya bukan?
Entahlah, bagaimana rasanya mengganti rasa bersalah ini. Rasanya tidak benar, hampa. It's like you had been fasting for a month but get nothing? Hanya seperti puasa pada hari biasanya, bedanya dengan durasi lebih lama. Lalu dimana istimewanya? Duh Allah, apa yang salah? Kampanye pilpres? Orang-orang yang haus tahta itu? Suasana Ramadhan yang tak terasa? Atau justru..... Aku?
Besok Syawal dimulai, kata mereka kita menang. Entahlah, aku tak tahu apa yang aku menangkan, atau apa aku benar-benar menang. Aku rindu Ramadhan, benar-benar rindu semuanya. Semua kebiasaan-kebiasaan, suasana hangat saat bercengkrama, malam-malam itikaf di masjid-masjid yang beragam, Mbah Akung yang pergi tarawih, juga rasanya sekolah saat puasa. Ah, tapi nyatanya tak kutemui semuanya di Ramadhan kali ini. Yang kutemui hanya buka puasa-buka puasa bersama yang sering kehilangan arti, rumah kosong yang tak punya kegiatan di pagi harinya, juga program-program TV penuh pesan dukungan pada para calon. Barangkali yang menang pada bulan Ramadhan kali ini hanya sang calon terpilih, bukan aku, juga bukan kita.